Mengapa Lulusan SD Tahun ini Tidak Bisa Masuk Gontor?

Beberapa  orang tua yang tergabung dalam grup Whatsapp Walsantor (Wali Santri Gontor) di Jakarta sedang galau. Mereka mengaku bingung menghadapi kenyataan anak-anak mereka yang akan lulus SD tahun ini tidak bisa langsung daftar masuk Gontor seperti abang/kakaknya dulu.

Pasalnya, dalam pengumuman pendaftaran masuk Gontor terbaru, pondok pesantren berusia hampir 100 tahun ini mewajibkan setiap calon pelajar untuk menyerahkan fotokopi ijazah atau Surat Tanda Tamat Belajar (STTB).

Tahun ini, Gontor katanya tidak lagi menerima raport ataupun surat keterangan sekolah pengganti ijazah seperti tahun-tahun sebelumnya. Hal ini juga berlaku untuk siswa lulusan SMP yang ingin masuk Gontor. Tanpa terkecuali.

Buat yang belum familiar dengan sistem pendidikan Pondok Modern Gontor, pesantren ini menerima siswa baru lulusan SD maupun SMP. Anak SD akan menempuh pendidikan selama 6 tahun, sedangkan lulusan SMP (dan SMA) bisa mengambil program intensif selama 4 tahun.

Saya pun termasuk orang tua yang sedang galau, berhubung putra ketiga saya tahun ini lulus SD dan sudah niat untuk melanjutkan pendidikan di Gontor.

Saat mendaftarkan putri kedua masuk Gontor tahun kemarin, tidak ada kewajiban melampirkan ijazah sama sekali. Cukup surat keterangan dari sekolah dan raport terakhir. Begitu pula pengalaman kakaknya, 5 tahun lampau.

Padahal, kondisi mereka berdua saat mendaftar juga sama dengan putra ketiga saat ini: belum memegang ijazah atau STTB saat Syawal tiba. Buat yang belum tahu, pendidikan di Gontor menggunakan kalender Islam, dan pelaksanaan ujian masuk Gontor selalu serentak di awal bulan Syawwal.

Tahun 2021 kemarin, putri kedua saya malah baru saja selesai ujian akhir SD di bulan puasa, atau sebulan sebelum ujian masuk Gontor.

Beragam kegundahan pun membuncah.

Tahun lalu bisa masuk gontor tanpa ijazah, kenapa tahun ini tidak bisa? Sekarang anak kelas enam SD kan pasti lulus. Lalu mengapa harus pakai ijazah? Kalau tidak bisa masuk Gontor, berarti anak saya ketinggalan setahun dong!

Dan masih banyak pertanyaan lainnya yang saya dengar (dan sempat terbesit di kepala).

Sampai tulisan ini saya tayangkan, setidaknya ada tiga pertanyaan utama yang disampaikan kepada saya selaku alumnus dan juga wali santri Gontor:

  1. Emang bener nih masuk Gontor harus pakai ijazah? Tahun lalu kan enggak.
  2. Kenapa sih tahun ini harus pakai ijazah?
  3. Trus anak saya gimana dong kalau tahun ini gak bisa daftar masuk Gontor?

Agar bisa menjawab ketiga pertanyaan tersebut, saya pun bergegas mengais informasi ke banyak teman yang masih mengajar di Pondok Modern Gontor dan alumnus Gontor lainnya.

Ada juga penjelasan lainnya yang diriwayatkan ke staf KMI yang bertanggungjawab terhadap semua proses belajar-mengajar di Pondok Modern Darussalam Gontor.

Selain itu, saya pun mendapatkan informasi dari guru yang bertugas sebagai panitia ujian masuk Gontor tahun ini. Dan beberapa alumni lain yang jadi teman ngobrol dan diskusi.

Mari kita ulas tiga pertanyaan di atas. Satu per satu.

1. Emang bener nih masuk Gontor harus pakai ijazah? 

Bener banget. Tidak ada keraguan dan tidak ada pengecualian dalam ketentuan ini. Artinya, mau tanya ke siapa pun, jawabannya akan sama: harus melampirkan ijazah saat daftar online! Kalau tidak ada ijazah, berkas administrasinya tidak lengkap. Kalau tidak lengkap, tidak bisa lanjut ke tahap berikutnya, yaitu ujian lisan dan tulis.

Lalu bagaimana kalau anak saya sudah ikut ujian akhir di bulan puasa atau sebelum ujian masuk Gontor digelar? Tetap tidak bisa daftar Gontor selama belum memegang ijazah dari sekolah. Hanya yang sudah punya ijazah yang bisa daftar masuk Gontor.

gontor putri
Si kakak dan mamanya, mejeng di pintu gerbang Pondok Modern Gontor Putri, Mantingan, Ngawi, Jawa Tengah. (Entin Soleha)

2. Kenapa sih tahun ini harus pakai ijazah? Tahun lalu kan enggak.

Oke, sabar. Memang kewajiban mutlak ini merupakan ketentuan yang baru, setidaknya bila dibandingkan dengan ketentuan di tahun-tahun sebelumnya. Tapi bila merunut ke linimasa sejak pondok ini lahir, Gontor sudah biasa menerapkan ketentuan seperti ini. Atau dalam bahasa lain, aturan ini bukan hal yang sama sekali baru.

Dalam ketentuan pendaftaran tahun lalu dan tahun-tahun sebelumnya, sebenarnya syarat ijazah sudah ada, hanya saja Gontor memberikan kelonggaran: ijazah bisa diganti sementara dengan raport terakhir atau surat keterangan lulus dari sekolah.

Tapi, tahun ini, kelonggaran itu resmi berakhir!

Alasannya: karena jarak antara jadwal ujian akhir SD dan ujian masuk Gontor semakin menjauh.

Ini adalah keniscayaan dari penggunaan kalender Islam (Hijriyah) dalam sistem pendidikan di Pondok Modern Gontor yang sangat berbeda dengan kalender Masehi yang menjadi basis pelaksanaan pendidikan nasional di Tanah Air.

Tahun ajaran baru di Gontor selalu dimulai pada bulan Syawwal, sedangkan tahun ajaran baru sekolah di Indonesia dimulai pada bulan Juli (mudah-mudahan saya bisa luangkan waktu untuk menulis lebih banyak soal keunikan penerapan tahun baru Islam dalam pendidikan Gontor).

Setiap tahun, ada selisih 10 hari antara kalender Islam dan Masehi. Jumlah hari per bulan dalam kalender Masehi maksimal 31 hari, sedangkan kalender Islam maksimal hanya 30 hari. Sehingga dalam setahun, jumlah hari kalender Masehi (mengikuti peredaran matahari) mencapai 365 hari, sedangkan kalender Hijriyah (mengikuti peredaran bulan) totalnya hanya maksimal 355 hari.

Dengan begitu, siklus perhitungan Masehi dan Islam ini akan bertemu pada titik semula setiap 30 tahun sekali.

Demikianlah, setiap 30 tahun sekali, fenomena pendaftaran masuk Gontor seperti ini berulang. Tahun ini, mereka yang duduk di kelas enam SD baru akan menjalani ujian akhir setelah lebaran atau setelah Gontor selesai menggelar ujian masuk serentak di Ponorogo dan Mantingan. Sehingga secara logika formal, anak kelas 6 SD tahun ini memang belum selesai pendidikan SD nya.

Ini tentunya akan merepotkan semua pihak kalau masuk Gontor tahun ini masih boleh pakai raport seperti tahun-tahun sebelumnya.

“Tahun lalu saja, ada capel yang setelah dinyatakan lulus masuk Gontor, minta izin pulang untuk ikut ujian akhir SD di rumahnya,” kata seorang guru di Gontor saluran telepon.

Tahun ini, dengan kondisi jadwal ujian yang semakin menjauh antara ujian masuk Gontor dan ujian akhir SD, tentu akan lebih banyak kasus seperti di atas.

Untuk itulah, ketentuan wajib ijazah mulai ada tahun ini. Cepat atau lambat, ketentuan tersebut pasti diterapkan. Kalau tidak tahun ini, ya tahun besok. Tegas guru lainnya.

3. Trus anak saya gimana dong kalau tahun ini gak bisa daftar masuk Gontor?

Bagi mereka yang ingin masuk Gontor tapi terhambat ijazah, untuk sementara bisa mendaftarkan anaknya ke pesantren lain. Beberapa orang tua memilih jalan ini, meskipun ada juga yang memilih untuk tidak lagi menjadikan Gontor sebagai pilihan. Para orang tua yang anaknya tidak lulus ujian masuk Gontor tahun lalu juga mengalami hal serupa.

Apabila masih ingin berikhtiar untuk masuk Gontor, Bapak/Ibu bisa memanfaatkan waktu satu tahun ke depan untuk mempersiapkan putra-putri agar lebih matang sebelum mendaftar masuk Gontor tahun depan.

Ada banyak sekali pondok pesantren di tanah air. Tapi kalau ingin merasakan sistem yang kurang lebih sama dengan Gontor, Bapak/Ibu bisa memilih pondok-pondok alumni yang tersebar di banyak daerah.

Pondok alumni adalah pondok pesantren yang pendirinya adalah alumnus Gontor. Para pendiri, kyai dan tenaga gurunya mayoritas alumni Gontor. Mereka sudah mengecap pendidikan Gontor dan menerapkannya dalam proses pendidikan dan pengajaran di Gontor.

Bahkan untuk pelajaran-pelajaran agama, pondok alumni ini menggunakan kurikulum Gontor dan mengambil buku pelajarannya langsung dari Gontor (Gontor punya dua percetakan yang setiap tahun mencetak dan mendistribusikan buku pelajaran ke seluruh tanah air, yaitu Percetakan Trimurti dan Percetakan Darussalam).

Saat ini ada sekitar 350 pondok alumni, dan sudah ada wadahnya yang bernama Forum Pondok Alumni Gontor (FPAG). Termasuk di dalamnya pesantren yang sudah terkemuka dan punya banyak cabang seperti Pondok Pesantren Darunnajah di Jakarta dan Darul Qolam di Serang. Serta dua pesantren alumni yang berlokasi di Ponorogo, yaitu Arrisalah di Slahung dan Wali Songo di Ngabar.

Anda bisa menemukan 165 nama dan alamat pondok alumni di website Gontor ini. Sebagian besar berlokasi di pulau Jawa, dan 37 pesantren lainnya berlokasi di luar pulau Jawa. Tapi lis tersebut bukan dari FPA Gontor, tapi lis pondok yang ikut merayakan Peringatan 90 Tahun Gontor.

Selain itu, saya juga ingin merekomendasikan beberapa pesantren yang dipimpin oleh teman-teman satu angkatan yang sama-sama lulus Gontor di tahun 1996 (Alumni Emas 696). Di antaranya:

  1. Pondok Modern Tazakka, Batang, pimpinan KH Anang Rikza Masyhadi
  2. Pondok Pesantren Al Madani, Cikalong, pimpinan KH Endi Suhendi
  3. Pondok Pesantren Tazakka, Palembang, pimpinan KH Zulkarnaen Bayan
  4. Pondok Pesantren Kayyisul Ummah, Mojokerto, pimpinan KH Asrori Muzakki
  5. Pondok Pesantren Darul Ummah, Tangerang, pimpinan KH Fahruroji
  6. Pondok Modern Internasional Dea Malela, Sumbawa, pimpinan KH Ahmad Nahid

Pembaca lain juga membaca ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.